Tadi siang sempet lupa kalo ada yang janji mau dateng hari kamis ini ke GO. Ternyata datangnya agak sore-an menjelang buka puasa. Surprised. Penampilan baru. 

Tapi, tadi sempet mau langsung pulang,
yang penting sudah memberi selamat karena sudah keterima di UNDIP Ilmu Keperawatan dan yang satu lagi di STAN. Lagi semangat-semangatnya teraweh di musholla dekat rumah. Soalnya, tahun kemaren baru hari pertama saja sudah gak teraweh di musholla. Lagi pula tahun lalu ada yang ganggu (pacar), tahun ini sudah beda situasinya. 
Sempet dicegah ketika mau pulang tadi sama yang punya hajat. Mau gak mau, gak mau mengecewakan. Lumayan dapet beberapa potong pizza dan donat. Langsung kenyang, di tambah teh manis hangat. Berkah orang puasa. Gak lama mereka pamit. kekenyangan.
Lihat jam. Insting fisika mengatakan kalau waktu sudah mepet untuk sampai rumah. Ku langsung solat maghrib dan bergegas pulang. Pura-pura gak denger saat ketika habis solat maghrib ada yang nyeletuk nanya kenapa buru-buru. “mau jaga warung ya? Padahal tadinya mau minta anter” 

Dia cuma menanyakan kalau sudah buka atau belum, itu saja. Dirumah sempet minum dan tak sempat mandi, hanya mengganti kemeja dengan baju cina (koko) warna hijau muda yang ada terlihat dan menggantung. Langsung beranjak ke mushola.
Sempat beberapa langkah kembali lagi kerumah teringat belum mambawa sajadah. Pengalaman hari pertama ketika solat tidak pakai sajadah jidat jadi merah-merah. Karpet di musholla kotor, jadi ada banyak debu yang kasar dan membuat sakit di jidat ketika bersujud. Tidak lupa, sebelumnya menutup warung. Tidak jaga warung.
Padahal masih hari ketiga, atau jangan-jangan aku datang lebih awal. Memang benar, ternyata tadi ketika sampai di musholla belum azan. Jadi, tadi sempet juga solat qobliyah isya sebelum azan(?).
Pada saat solat qobliyah isya yang sebenarnya, aku maju satu baris dari tempat “sempurna”. Karena saat semua orang berdiri hendak solat sunnah didepanku ternyata masih muat untuk satu orang lagi.
Hari pertama dan kedua dia yang menjadi imam teraweh. Cerita sedikit, Haji minan adalah ustad yang dinaikkan haji oleh muridnya. Dia sudah tua sekali sekarang, tapi jika mendengar suaranya pasti tidak ada yang bisa sekeras dan sesemangat dia. Sepertinya, takdirnya, spesialis jadi imam, apalagi solat teraweh. Orangnya sudah bungkuk, kalau aku berdiri disampingnya, tingginya pasti seperti si heri adik pertamaku yang dijuluki “bogel”. Mudah-mudahan dia baca. Piss ri.
Mati
Cuma buat stylish aja rupanya, dilipat dan di sandangkan di pundaknya. Cincin batu akiknya juga. Jam tangannya juga. Dari dekat dia juga manusia.
di pukul-pukulkan tangannya di pundakku. Enak. Tak lama dia berenti. Aku menengok kebelakang. Dia nanya kenapa kancing koko ada yang lepas. Dia gak tau kalo koko ku yang satu ini emang aneh karena 3 kancing yang lain sudah lepas dan kuganti dengan peniti, tapi tidak terlihat, masih juga dipakai.
Dia juga sempat nanya tentang kapan nikah. Niat mengalihkan pembicaraan, sengaja kuperlihatkan barisan peniti yang disematkan di koko ku yang tadi kusembunyikan. Dia kaget dan menahan tawa. Ada beberapa orang di sebelahnya juga sempat memperhatikan, ternyata mereka juga sama tertawa tertahan. Berlagak cuek karena sedang mati gaya.
cukup mengena. Dia bilang begini : “Kita masih harus bersyukur telah di beri kesempatan untuk mendulang pahala di ramadhan tahun ini. Bisa jadi ini Ramadhan yang terakhir buat kita. Tidak sedikit diantara kita yang dulu masih sempat terawih dan berpuasa bersama… Kakak-Adik kita, Suami kita, Istri kita, paman kita…bla…bla… Menjadikan ramadhan tahun lalu adalah ramadhan yang terakhir bagi mereka. Apakah kita disisakan di ramadhan tahun ini??” keadaan sekitar jadi terdiam sejenak.
Jadi teringat sama wa ujang yang meninggal kira-kira seminggu menjelang Ramadhan dan mang yayan yang meninggal seminggu sebelumnya berturut. Jadi sedih. 

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusboleh curhat..
BalasHapustapi saia males baca, kirain ada postingan terbaru lagi tentang fisika :nohope: